Wacana larangan penggunaan niqab atau cadar di lingkungan instansi pemerintahan mengemuka. Wacana yang dilontarkan Menteri Agama Fachrul Razi ini pun menuai polemik.
Namun demikian, menurut Fachrul Razi, saat ini belum ada larangan bagi wanita yang telah menggunakan cadar.
"Kalau orang mau pakai, silakan," kata Fachrul Razi saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis 31 Oktober 2019.
Mantan Wakil Panglima TNI itu menyebut pemakaian cadar atau tidak bukan menjadi tolak ukur ketakwaan seseorang.
"Jadi cadar itu bukan ukuran ketakwaan orang, bukan berarti kalau sudah pakai cadar takwanya tinggi. Sudah dekat dengan Tuhan, cadar tidak ada dasar hukumnya di Alquran maupun hadits dalam pandangan kami," kata dia.
Dia menyebut, wacana mempertimbangkan melarang penggunaan cadar karena faktor keamanan. Dia mencontohkan bagi orang yang masuk lingkup instansi pemerintahan diwajibkan melepas jaket dan helm. Begitu pula apabila diberlakukan bagi orang memakai cadar. Menurut dia, agar wajah mereka dapat terlihat jelas.
"Jadi betul dari sisi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak tunjukin muka, ya enggak mau saya," kata dia.
Dia menegaskan, hanya sebatas memberikan rekomendasi. Pihaknya tidak memiliki kewenangan melarang penggunaan cadar.
"Saya enggak berhak dong, masa Menteri Agama mengeluarkan larangan. Enggak ada. Menteri Agama, paling-paling merekomendasi," ujar Fachrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2019.
Dia mengatakan, kalaupun ada instansi yang mengeluarkan aturan itu dengan alasan keamanan, maka dipersilakan.
"Eggak, saya enggak pernah bilang mengkaji. Kalau seandainya orang mengeluarkan aturan untuk dalam kaitan keamanan ya silakan saja. Pasti bukan Kemenag itu yang melarang," jelas Fachrul.
Dia juga membantah telah melarang penggunaan celana panjang yang berada di atas mata kaki atau celana cingkrang. Dia berdalih, hanya memberikan rekomendasi.
Sejumlah pihak bereaksi terhadap wacana cadar tersebut. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi.
"Kalau saya menggarisbawahi, itu ruang privat. Kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara. Karena negara bagaimanapun mengatur di ruang publik," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2019.
Namun, Mardani mengaku tidak terlalu mengetahui hukum menggunakan cadar. Oleh karena itu, dia menyarankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa terkait cadar tersebut.
"Kalau dia (cadar) tak wajib ya enggak masalah. Tapi kalau dia ada dasarnya saya agak khawatir ini masuk di ruang privat. Karena itu harus hati-hati masuk ke ruang privat," ujar Mardani.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi juga meminta pemerintah mengkaji lebih dalam soal wacana larangan orang bercadar masuk instansi pemerintah. Sebab, kata dia, wacana larangan itu berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Kebijakan ini berpotensi melanggar HAM, meski dari perspektif keamanan bisa saja dibenarkan," kata Baidowi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/11/2019).
Baidowi mengatakan, Menteri Agama perlu memperjelas larangan cadar itu berlaku untuk ASN Kementerian Agama (Kemenag) atau keseluruhan instansi pemerintah. Pasalnya, kata Baidowi, melarang seluruh ASN menggunakan cadar bukan domain Kemenag.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yaqut Cholil Qoumas pun menyarankan, lebih baik Menag fokus masalah lain yang lebih subtansial.
Dia mengatakan, kalau memang yang dipermasalahkan adalah terkait radikalisme, penggunaan cadar tak bisa dikaitkan dengan hal tersebut. Yaqut meminta Fachrul mempelajari lebih jauh arti dari radikalisme.